Terik matahari menyengat membakar kulit, kerongkongan kering, keringat bercucuran berjalan diantara tanah yang berdebu, pertanda hujan telah lama tak mencercahkan kaki panjangnya. Disepanjang jalan ditemui rumah yang tersusun bagai gerbong kereta api, dibuat dari papan berloteng hitam pekat kena asap, karena masyarakat memasak masih ala tradisional menggunakan kayu bakar. Tetapi uniknya masyarakat hidup damai, saling menghormati dan bersahabat. Terbukti pertama kali kaki melangkah menginjak perkampungan, senyum tersungging penuh kedamaian.
Ditesuri sepanjang kampung, ternyata di tepi perkampungan terdapat sungai yang mengalir dengan indahnya. Kata masyarakat siapa yang mandi di sana bakal tak kan bisa melupakan begitu saja, airnya mengandung magnet u ntuk mandi ke dua kalinya…. Air yang jernih tidak bergelombang seperti kaca besar mengkilap disinari matahari. Di tepi sungai tampak pohon-pohon yang berwarna, ada juga pohon bambu menambah romantis suasana. Perahu dan but mesin bolak-balik di dayung anak-anak. Tampaknya mereka terampil mengayuh dayung sehingga dalam sekejap sudah meluncur. Bahagianya tak terkira terlukis diwajah mereka, terbayang diantara derai tawa. Hidup bebas bagai tak ada himpitan beban yang menyesak dada. Gambaran sebuah desa kecil, dibalik bukit barisan, jauh pedalaman, batasan Sumbar-Riau. Tak ada kendaraan yang yang lalu lalang memekak telinga , masih perawan tak terusik tangan-tangan jahil, “desa Rumbai” indah Man……..
Itu dulu 10 tahun lalu, sekarang desa kecil, penuh asa masa depan, hidup lebih bersahaja, masyarakat menerima segala masukan yang membangun berpikiran positif untuk menata kehidupan sejahtera, seulas senyum tersungging diantara dua bibir dan hati berbunga-bunga……
Kini jalan, walau tak beraspal, kerikil tak lagi menghambat jalannya kendaraan lalu lalang. Dulu satu-satunya Sekolah Dasar 05 yang berdiri kokoh diantara perumahan penduduk, kini dari TK –SMP sudah berdiri dengan gagah, dan sebentar lagi gedung SMA menambah pesona perkampungan…..
Bersambung…..